TEKNIK PEMBENIHAN IKAN GURAMI (Osphronemus gouramy) DI BALAI BENIH IKAN (BBI) DESA SUMBERGEDONG KECAMATAN TRENGGALEK KABUPATAN TRENGGALEK
PROPOSAL PRAKTEK KERJA LAPANG III
JURUSAN TEKNOLOGI BUDIDAYA PERIKANAN
SEMESTER IV
OLEH:
DEDE HERMAWAN
NIT. 10.3.02.097
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
BADAN PENGEMBANGAN SDM KELAUTAN DAN PERIKANAN
AKADEMI PERIKANAN SIDOARJO
2013
LEMBAR PENGESAHAN
Judul : Teknik Pembenihan Ikan Gurami (Osphoronemus gouramy) di Balai Benih Ikan (BBI) Trenggalek, Desa Sumbergedong, Kecamatan Trenggalek, Kabupaten Trenggalek, Provinsi Jawa Timur.
Nama : Dede Hermawan
NIT : 10.3.02.097
Jurusan : Teknologi Budidaya Perikanan
Proposal ini Disusun Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Dapat Mengikuti Praktek Kerja Lapang III
Jurusan Teknologi Budidaya Perikanan
Akademi Perikanan Sidoarjo
Tahun Akademik 2012/2013
Menyetujui :
Dosen Pembimbing I, Dosen Pembimbing lI,
Drs. R. Sugeng Rahardjo, MMA Dicky Prania, S.Pi.
Mengetahui :
Ketua Jurusan TBP,
Dr. Muh. Hery Riyadi Alauddin. S. Pi. M. Si
NIP : 19740304 199903 1 002
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Proposal Praktek Kerja Lapang III ini tepat pada waktunya.
Dengan tersusunnya Proposal Praktek Kerja Lapang III ini penulis mengucapkan banyak terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Dr. Endang Suhaedy, A.Pi., MM, M.Si. Selaku Direktur Akademi Perikanan Sidoarjo yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk melaksanakan PKL III.
2. Bapak Dr. Muh. Hery Riyadi Alauddin, S. Pi, M.Si. selaku Ketua Jurusan Teknologi Budidaya Perikanan yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk melaksanakan PKL III.
3. Bapak Drs. R. Sugeng Rahardjo, MMA dan Bapak Dicky Prania, S. Pi selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingannya dalam penyusunan proposal ini.
4. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan Penyusunan Proposal Praktek Kerja Lapang III ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Proposal ini masih ada bahkan banyak terdapat kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan Proposal ini.
Sidoarjo, Mei 2013
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................... i
KATA PENGANTAR........................................................................................ ii
DAFTAR ISI...................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................... iv
DAFTAR TABEL.............................................................................................. v
DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................... vi
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang..................................................................................... 1
1.2. Maksud dan Tujuan.............................................................................. 2
1.2.1. Maksud....................................................................................... 2
1.2.2. Tujuan........................................................................................ 2
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Biologi Ikan Gurami.............................................................................. 3
2.1.1. Klasifikasi................................................................................... 3
2.1.2. Morfologi..................................................................................... 4
2.1.3. Habitat........................................................................................ 5
2.2. Sarana dan Prasarana Produksi......................................................... 5
2.2.1. Sarana........................................................................................ 5
2.2.2. Prasarana.................................................................................. 6
2.3. Pembenihan......................................................................................... 7
2.3.1. Konstruksi Kolam Induk............................................................. 7
2.3.2. Persiapan Kolam....................................................................... 7
2.3.3. Persyaratan Induk..................................................................... 8
2.3.4. Perawatan Induk........................................................................ 9
2.3.5. Pemijahan.................................................................................. 10
2.3.6. Penetasan Telur......................................................................... 10
2.3.7. Pemeliharaan Larva................................................................... 12
2.4. Pemberian Pakan................................................................................ 12
2.5. Pengelolaan Kualitas Air...................................................................... 13
........... 2.5.1. Pemasangan Aerasi.................................................................. 14
........... 2.5.2. Penyiponan dan Penggantian Air .............................................. 14
........... 2.5.3. Pengontrolan Air ........................................................................ 15
2.6. Monitoring Pertumbuhan...................................................................... 16
2.7. Hama dan Penyakit.............................................................................. 17
2.7.1. Hama.......................................................................................... 17
2.7.2. Penyakit...................................................................................... 17
2.8. Panen dan Pasca Panen..................................................................... 19
2.8.1. Panen......................................................................................... 19
2.8.2. Pengemasan.............................................................................. 20
III. METODOLOGI
3.1. Tempat dan Waktu.............................................................................. 21
3.2. Metode................................................................................................. 21
3.3. Jenis Data............................................................................................ 21
3.4. Metode Pengumpulan Data................................................................. 22
.... 3.5. Metode Pengolahan............................................................................. 22
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 23
LAMPIRAN ...................................................................................................... 24
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ikan gurami sangat potensial dibudidayakan di Indonesia. Banyak faktor yang menjadikan prospek budidaya gurami menjadi sangat menjanjikan. Faktor pendukung tersebut diantaranya adalah lahan untuk budidaya gurami masih sangat banyak tersedia, benih dan pakannya mudah didapat, serta data tentang cara budidayanya cukup memadai (Agromedia, 2007).
Menurut Sitanggang (1990) Gurami adalah salah satu jenis ikan kultur air tawar yang sudah lama dikenal orang dan telah banyak dibudidayakan. Gurami yang rasa dagingnya amat lezat ini diketahui masyarakat sebagai makhluk yang lamban pertumbuhannya. dibandingkan dengan ikan air tawar lainnya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Balai Penelitian Perikanan Air Tawar Bogor, pada ukuran tertentu gurami dapat tumbuh dengan cepat bila diberikan makanan yang cukup jumlah dan mutunya.
Selain dipasarkan di dalam negeri, Gurami juga berpotensi dipasarkan keluar negeri. Selama ini, untuk memenuhi permintaan kebutuhan di dalam negeri, gurami masih dipasok dari sentra penghasil gurami seperti jawa barat. Namun, Kebutuhan gurami seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatera Barat, Jawa Timur, dan Nusa Tenggara Barat. namun hingga saat ini untuk kebutuhan gurami di dalam negeri masih saja belum terpenuhi seluruhnya (Agromedia, 2007).
Usaha ikan gurami sangat menguntungkan karena perdagangan ikan gurami sudah bisa dimulai sejak dari telur di dalam sarang, benih yang berukuran kecil ataupun besar, sebagai indukan atau sebagai ikan gurami konsumsi. Bahkan sekarang telah dijual jenis ikan gurami untuk ikan hias di taman atau di akuarium.
Dari berbagai keunggulan-keunggulan tersebut di atas, maka dalam Praktek Kerja Lapang III Penulis tertarik untuk mengambil praktek tentang pembenihan ikan gurami di Balai Benih Ikan (BBI) Trenggalek.
1.2 Maksud dan Tujuan
1.2.1 Maksud
Adapun maksud yang ingin dicapai setelah mengikuti kegiatan Praktek Kerja Lapang III tentang Teknik Pembenihan Ikan Gurami (Osphronemus gouramy) adalah:
a. Mengikuti secara langsung kegiatan pembenihan ikan gurami.
b. Mengamati gejala-gejala penyakit yang menyerang larva ikan serta dapat mengetahui penyebab/sumber penyakit dan mengetahui dan cara penanggulangannya.
1.2.2 Tujuan
Tujuan dari Praktek Kerja Lapang III adalah :
a. Untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan, terutama pada teknik pembenihan ikan gurami (Osphronemus gouramy).
b. Mengetahui biaya-biaya dan hasil dari pembenihan ikan gurami.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Biologi Ikan Gurami
Gurami merupakan ikan asli perairan Indonesia yang diperkirakan sudah dipelihara sejak zaman Raja Galuh di Priangan Timur, yang sekarang menjadi Kabupaten Ciamis. Pada saat itu gurami hanya dinikmati oleh kalangan kerajaan. Pemeliharaan gurami lalu menyebar ke berbagai daerah di Ciamis seperti Cikoneng, Cijeunjing, Purbaratu, Sadanaya, Bojongnangka, Sikamenak, Cibodas, Galunggung, Kawalu, lalu ke Singaparna di Tasikmalaya (Agromedia, 2007).
Gurami (Osphronemus goramy) adalah sejenis ikan air tawar yang populer dan disukai sebagai ikan konsumsi di Asia Tenggara dan Asia Selatan. Di samping itu, di negara-negara lainnya gurami juga sering dipelihara dalam akuarium. Umumnya dikenal dengan nama gurami, ikan ini juga memiliki beberapa sebutan lokal seperti gurame (Sunda.), grameh (Jawa.), kalui (Jawa Barat.), ikan kali (Palembang.), dan lain-lain.
2.1.1. Klasifikasi
Menurut Saanin (1968), penggolongan ikan gurami berdasarkan ilmu taksonomi hewan dapat dijelaskan sebagai berikut :
Phylum : Chordata
Sub Phylum : Vertebrata
Class : Pisces
Ordo : Labyrinthici
Famili : Anabantidae
Genus : Osphronemus
Spesies : Osphronemus gouramy, Lyc.
2.1.2. Morfologi
Menurut Khairuman dan Khairul Amri (2003), morfologi ikan gurami adalah sebagai berikut:
a. Bentuk tubuh gurami agak panjang, tinggi, dan pipih kesamping. Panjang maksimum mencapai 65 cm dengan tinggi badan 2 – 2,1 kali dari panjang tubuh gurami pada umumnya.
b. Gurami memiliki garis lateral (garis gurat sisi) tunggal, lengkap, dan tidak terputus. Dengan bentuk sisik stenoid (tidak membulat secara penuh) dan berukuran besar.
c. Ikan ini memiliki gigi pada rahang bawah.
d. Di daerah pangkal ekor terdapat titik hitam bulat. Sirip ekornya membulat dan mempunyai sepasang sirip perut yang telah mengalami modifikasi menjadi sepasang benang yang panjang dan berfungsi sebagai alat peraba.
e. Gurami muda memiliki dahi berbentuk normal atau rata. Semakin dewasa, ukuran dahi menjadi semakin tebal dan tampak menonjol. Pada tubuh gurami muda terlihat jelas 8 – 10 buah garis tegak atau vertikal. Garis ini akan hilang setelah ikan menginjak dewasa. Lebih jelasnya morfologi Gurami bisa dilihat pada Gambar 1.
2.1.3. Habitat
Di alam, gurami mendiami perairan yang tenang dan tergenang seperti rawa-rawa, situ dan danau. Kehidupannya yang menyukai perairan bebas arus itu terbukti, ketika gurami Sangat mudah dipelihara di kolam-kolam tergenang (Sitanggang dan Sarwono, 2006).
Perairan yang paling optimal untuk budidaya gurami adalah dataran yang terletak pada ketinggian antara 50 – 400 meter Diatas Permukaan Laut (DPL). Ikan ini masih bertoleransi sampai pada ketinggian 600 meter DPL. Yang menjadi patokan utama adalah suhu air di lingkungan atau habitat hidupnya, suhu yang ideal berada pada kisaran 24 – 280 C. ikan gurami sangat peka terhadap suhu rendah.
2.2. Sarana dan Prasarana Produksi
Persiapan kolam pada kegiatan pembenihan ikan gurami memerlukan sarana dan prasarana untuk mendukung dalam kegiatan pembenihan ikan gurami.
2.2.1. Sarana
Menurut Tirta dan Riski (2002), wadah yang dibutuhkan dalam usaha pembenihan gurami ini bermacam-macam bentuk dan jumlahnya, sesuai dengan fungsi dari masing-masing wadah tersebut. Wadah yang biasa digunakan dalam kegiatan usaha pembenihan ikan gurami yaitu sebagai berikut :
a. Akuarium
Akuarium yang digunakan dalam usaha pembenihan gurami dapat berfungsi sebagai tempat penetasan telur dan tempat pembesaran larva (pendederan) menjadi benih ukuran tertentu.
b. Ember atau Baskom
Ember atau baskom yang digunakan dapat berfungsi sebagai tempat pemindahan telur dari kolam pemijahan ke kolam penetasan.
c. Bak Pemeliharaan Cacing
Cacing sutera (Tubifex sp.) merupakan pakan larva dan juga pakan benih gurami. Bak ini dibuat dengan sistem air mengalir.
d. Bak Fiber
Bak fiber biasa digunakan untuk menampung air yang akan diisikan ke akuarium. Bentuk bak fiber disesuaikan dengan kebutuhan penggunaanya.
2.2.2. Prasarana
Menurut Tirta dan Riski (2002), disamping wadah, ada beberapa peralatan pendukung yang sangat penting dibutuhkan dalam usaha pembenihan gurami, diantaranya :
a. Aerator atau Blower
Sistem pembenihan gurami yang menggunakan akuarium dipastikan membutuhkan suplai oksigen yang cukup. Oleh karena itu, suplai oksigen dengan alat bantu sangat diperlukan agar kebutuhan oksigen larva dan benih dalam akuarium terpenuhi.
b. Instalasi Pipa dan Selang Plastik
Pembenihan gurami yang dilakukan di akuarium memerlukan berbagai alat pendukung, berikut segala perlengkapannya.
1) instalasi pipa
2) instalasi selang plastik
3) batu aerasi atau batu apung
4) cabang pengatur selang dan pengatur oksigen
5) pemanas air (water heater)
6) kain pembersih
7) pompa air
8) bahan pembentuk sarang
9) rangka sarang
10) jaring kecil
11) kain happa
12) lampu
2.3. Pembenihan
2.3.1. Konstruksi Kolam Induk
Menurut Sitanggang dan Sarwono (2006), kolam penyimpanan induk paling strategis terletak dekat rumah sehingga ikan terkontrol perkembangannya. Kedalaman kolam penyimpanan induk sekitar 50 cm. Jika luasnya sekitar 10 m2, kolam induk itu dapat diisi 10 ekor jantan dan 20 ekor betina. Agar ikan tidak melompat keluar, maka dibagian pemasukan air ditutup anyaman bambu yang agak renggang. Untuk menjaga kesehatan induk, sesekali dasar tebar harus dibersihkan jika lumpur sudah terlalu tebal.
2.3.2. Persiapan Kolam
Menurut Jangkaru (2007), kolam harus dikeringkan terlebih dahulu, selain untuk mematikan bibit hama dan penyakit, juga untuk memberikan rangsangan bau sangit pada induk-induk gurami.
Pada saat pengeringan, pematang kolam diperbaiki dengan membabat rumput yang masuk ke kolam agar diketahui kebocoran pematang. Kebocoran pematang bisa menyebabkan benih ikan berenang dan akan hanyut terbawa aliran air.
Kolam pemijahan setelah dikeringkan siap diisi air dengan kualitas yang baik yaitu jernih, tidak berwarna, tidak berbau dan terbebas dari hama serta bibit penyakit. Ketinggian air kolam kurang lebih 0,75-1 meter.
Kolam pemijahan yang telah terisi air kemudian dibiarkan minimum 4 hari. Selama itu, dilakukan pemasangan kerangka sarang sebagai tempat untuk meletakan bahan pembentuk sarang. Kerangka ini dapat berupa ”sosog”, ranting-ranting pohon atau kayu dan bambu yang cukup ditancapkan. Sebagai tempat sarang dapat pula dilakukan pembuatan lubang-lubang di dinding pematang kolam. Kerangka sarang ini diletakan dipinggir dan ditengah kolam.
Bahan pembentuk sarang diletakan dikolam sebelum induk dimasukkan. Semakin banyak bahan sarang yang disediakan akan semakin baik. Bahan sarang yang diberika dapat berupa ijuk, tali rapia dan rumput kering. Bahan sarang diletakkan ditempat khusus atau diletakkan begitu saja, ditengah atau dipinggir kolam (Tirta dan Riski, 2002 ).
2.3.3. Persyaratan Induk
Ada beberapa syarat yang harus diperhatikan untuk menghasilkan induk gurami yang berkualitas prima. Syarat-syarat tersebut meliputi umur dan keadaan fisik ikan. Umur induk betina yang baik antara 3 – 7 tahun. Untuk induk jantan, umurnya antara 2 – 3 tahun. Semakin tua dari umur yang telah ditetapkan tersebut, Semakin sedikit produksi telur dan sperma yang dihasilkan oleh gurami. Perbedaan induk jantan dan betina tersaji pada Tabel 1.
Tabel 1. Perbedaan Induk Jantan dan Betina
Induk Jantan
|
Induk Betina
|
- Dahi menonjol
|
- Dahi datar
|
- Dagu tebal ( lebih menonjol )
|
- Dagu tidak menebal
|
- Perut meruncing
|
- Perut membundar
|
- Susunan sisik normal (rebah)
|
- susunan sisik agak membuka
|
- Gerakan lincah
|
- Gerakan agak lamban
|
Sumber: Tirta dan Riski, (2002)
Adapun persyaratan induk ikan gurami sesuai Standar Nasional Indonesia harus memenuhi kriteria kualitatif dan kuantitatif sebagai berikut :
- Kriteria kualitatif
· Warna badan kecoklatan dan bagian perut berwarna putih keperakan atau kekuning-kuningan.
· Bentuk tubuh pipih vertikal.
· Kesehatan anggota atau tubuh lengkap, tubuh tidak cacat dan tidak ada kelainan bentuk, alat kelamin tidak cacat (rusak), tubuh bebas dari jasad pathogen, insang bersih, tubuh tidak bengkak/memar, dan tidak berlumut, tutup insang normal dan tubuh berlendir.
- Kriteria kuantitatif sifat reproduksi dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Kriteria kuantitatif induk siap dipijahkan.
No.
|
Kriteria
|
Satuan
|
Jenis Kelamin
| |
Jantan
|
Betina
| |||
1
|
Umur
|
Bulan
|
24-
|
-
|
2
|
Panjang Standar
|
Cm
|
30 – 35
|
31 – 35
|
3
|
Bobot badan
|
Kg/ekor
|
1.5 - 2.0
|
2.0 - 2.5
|
4
|
Fekuinditas
|
Butir/kg
|
-
|
1.500 - 2.500
|
5
|
Diameter telur
|
Mm
|
-
|
1.4 - 1.9
|
Sumber : Badan Standarisasi Nasional, (2000)
Namun demikian, dalam pemijahan sebaiknya menggunakan induk yang sudah mencapai berat sekitar 3 kg (betina) dan 4-5 kg (jantan). Induk betina dapat menghasilkan telur sebanyak 1.500 – 2.500 butir/kg induk.
2.3.4. Perawatan Induk
Hal-hal yang paling utama dilakukan dalam upaya perawatan induk yakni pemberian pakan. Pakan untuk induk berupa daun talas, seekor induk rata-rata menghabiskan sehelai daun talas tiap harinya. Air kolam harus dijaga kebersihannya agar tidak mengganggu kesehatan induk ikan gurami tetap terjaga. Suasana disekitar kolam diusahakan jangan terlalu ramai agar induk tidak terganggu dan merasa nyaman saat ada dikolam pemeliharaan induk, serta kolam persiapan induk juga diusahakan harus terbebas dari hama pengganggu (Tirta dan Riski, 2002).
2.3.5. Pemijahan
Menurut Tirta dan Riski (2002), induk yang akan memijah biasanya akan saling berkejar-kejaran terlebih dahulu. Selanjutnya kedua induk akan berdampingan. Apabila pasangannya sudah siap melangsungkan pemijahan maka induk jantan akan membuat sarang. Setelah sarang terbentuk maka proses pemijahan akan berlangsung. Kedua induk akan melekukkan badannya lalu saling melilit. Selanjutnya induk betina akan mengeluarkan telur. Telur akan berhamburan dan melayang-melayang di air. Induk jantan akan memunguti telur-telur itu dengan mulutnya dan memasukkanya kedalam sarang. Dalam satu kali peneluran, tergantung kondisinya, seekor induk betina akan menghasilkan 2.000 – 40.000 butir telur dan dalam satu tahun seekor induk betina akan bertelur 2 – 3 kali. Telur didalam sarang akan dibuahi oleh induk jantan dengan cara menyemprotkan spermanya ke telur-telur tersebut.
Menurut Khairuman dan Khairul (2003), keberhasilan proses pemijahan dapat diamati, yakni dengan memperhatikan keadaan kolam sekitar sarang. Jika didaerah tersebut tercium bau amis disertai dengan munculnya bintik-bintik minyak dipermukaan air berarti telah terjadi proses pemijahan. Proses pemijahan akan berlangsung terus-menerus hingga telur induk betina habis. Biasanya, proses ini membutuhkan waktu 2 – 3 hari. Jika pemijahan telah selesai, sarang yang semula terbuka akan ditutup oleh induk jantan sehingga bentuknya menjadi bulat.
2.3.6. Penetasan Telur
Dalam kondisi alamiah, telur-telur dalam sarang akan menetas dalam waktu 30 – 36 jam. Setelah menetas anak ikan (larva ikan) masih tetap tersimpan dalam sarang. Menurut Jangkaru (2007), penetasan telur gurami dapat dilakukan dalam kolam pemijahan, kolam penetasan, sawah, paso, maupun baskom (bak plastik). Macam-macam tempat penetasan telur yang pada umum dilakukan antara lain :
a. Penetasan Telur di Kolam Pemijahan
Penetasan telur dalam kolam pemijahan dilakukan tanpa mengangkat atau memindahkan sarang atau induknya dari dalam kolam. Induk tetap berada didalam sarangnya karena diperlukan untuk merawat dan menjaga telur serta larva.
b. Penetasan Telur di Kolam Penetasan
Persiapan yang dilakukan sebelum mulai menetaskan telur di dalam kolam penetasan adalah membersihkan dan menjemur kolam serta melappisi dasar kolam dengan kerikil-kerikil halus. Gunanya supaya telur, larva, dan benih tidak terbungkus lumpur.
Setelah persiapan kolam penetasan selesai, sarang buatan yang telah berisi telur, dapat diangkat secara perlahan-lahan. Idealnya sarang diangkat setelah 2 – 4 hari dari proses pemijahan. Telur-telur tersebut akan menetas setelah tiga hari kemudian.
c. Penetasan Telur di dalam Akuarium
Penetasan dalam akuarim merupakan cara yang dianggap paling efektif karena pengontrolannya lebih ketat dan sarana pendukungnya amat memadai, sehingga tingkat keberhasilanya lebih tinggi.
d. Penetasan Telur dalam Baskom
Baskom yang digunakan dapat berbahan dari plastik, fiber, karet maupun papan. Untuk skala industri, baskom-baskom untuk penetasan ini sebaiknya diberi naungan. Jenis naungan yang digunakan dapat berupa rumbia, plastik, genting, atau jenis atap lainnya.
2.3.7. Pemeliharaan Larva
Menurut Jangkaru (2007), fase larva merupakan masa kritis dalam daur hidup ikan sehingga tingkat kematian atau mortalitas pada fase ini sangat tinggi. Banyak faktor yang menyebabkan tingkat mortalitas pada fase larva menjadi tinggi. Faktor penyebab tersebut dapat digolongkan dalam faktor internal dan eksternal. Faktor internal berasal dari proses perkembangan biologi larva itu sendiri. Sedangkan faktor eksternal antara lain penyakit, hama, kualitas air, cuaca dan pakan.
2.4. Pemberian Pakan Alami dan Pakan Buatan
Pakan alami merupakan menu utama selama tahap awal benih ikan, termasuk gurami. Jenis pakan alami yang mudah diperoleh dan umum dipakai antara lain daphnia, moina, cacing sutera. Pakan alami dapat ditambahkan sebagai makanan ekstra atau menggantikan sebagai makan buatan. Jika pakan alami berfungsi sebagai pengganti ransum pakan buatan maka perbandingan yang disarankan adalah 50 – 75% pakan alami dan 25 – 50% pakan buatan. Pemberian pakan alami yang efektif pada hari ke-sepuluh setelah telur menetas. Pakan buatan dan pakan alami dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Pakan buatan dan pakan alami
No
|
Pakan Alami
|
Pakan Buatan
|
1
|
Daphnia dilakukan pemupukan selama 7 – 8 hari dengan setengah dosis awal.
|
Pelet mengandung 25-30%protein dengan dosis 3% dari total botol benih pemberian pakan dilakukan saat pagi,siang dan sore
|
2
|
Moina dilakukan pemupukan 4-5 hari dengan dosis seperempat dosis awal.
|
Pellet remah atau pellet kecil.
|
3
|
Cacing sutera dilakukan pemupukan seminggu sekali dengan dosis 10% dari jumlah pemupukan awal
|
Sumber : Halim (2011).
2.5. Pengelolaan Kualitas Air
Hama yang akan menyerang diantisipasi dan ditanggulangi dengan penggunaan sumber air, seperti mata air, sumur bor, atau air hujan yang relatif bebas hama. Kualitas air untuk pemeliharaan larva atau benih gurami harus memenuhi beberapa persyaratan karena air yang kurang baik dapat menyebabkan ikan mudah terserang penyakit. Kualitas air yang optimum untuk pemeliharaan benih gurami.
a. Kandungan oksigen dan karbondioksida, pada usaha intensif, kandungan oksigen yang baik antara 4 – 6 mg/liter, sedangkan kandungan karbondioksida kurang dari 5 mg/liter.
b. Derajat keasaman (pH), pH yang baik untuk budidaya gurami adalah dikisaran 5 – 9.
c. Suhu, gurami akan tumbuh optimal pada kisaran suhu 25° – 28°C.
d. Senyawa beracun, senyawa beracun yang berbahaya bagi kehidupan gurami adalah amoniak. Pada kisaran 0,1 – 0,3 mg/liter konsentrasi kandungan amoniak dapat menyebabkan kematian pada gurami.
e. Kekeruhan atau kecerahan, tingkat kekeruhan air pada suatu perairan dapat diamati menggunakan secchi disk (pengukur kecerahan air).
Parameter kualitas air dalam SNI : (2000) Tentang produksi benih ikan gurami kelas benih sebar disebutkan bahwa kualitas air media dapat dilihat pada Tabel 4 dibawah ini.
Tabel 4. Kualitas Air Pada Produksi Ikan Gurami
No
|
Pada media
|
Suhu ( ºc )
|
pH
|
Pergantian air
|
Tinggi air (cm)
|
kecerahan
|
1.
|
Media Pemijahan
|
25-30
|
6,5-8,0
|
10%-15% per hari
|
-
| |
2.
|
Media Penetasan Telur
|
29-30
|
6,7-8,6
|
-
|
15-20
| |
3.
|
Media Pemeliharaan Larva
|
29-30
|
6,5-8,0
|
-
|
15-20
| |
4.
|
Media Pendederan Benih
|
25-30
|
6,5-8,5
|
-
|
40-60
|
>30cm
|
Sumber : Halim (2011).
2.5.1. Pemasangan Aerasi
Larva dan anak ikan sangat peka terhadap kekurangan oksigen. Kondisi tersebut disebabkan oleh alat pernafasan yang belum terbentuk secara sempurna. Untuk memasukkan oksigen kedalam air dapat dilakukan dengan menggunakan aerator, blower, atau injection.
2.5.2. Penyiponan dan Penggantian air
Menurut Tirta dan Riski (2002), air dalam akuarium harus selalu diganti. Frekwensi penggantian air dilakukan 2 kali sehari, yaitu pada pagi dan sore hari. Untuk anak gurami yang mulai besar dengan ukuran diatas 1,5 cm, penggantian air dilakukan pada sore dan malam hari.
Penggantian air ini dilakukan untuk mengganti air yang telah kotor karena sisa pakan dan kotoran dari benih ikan. Volume air yang diganti sebanyak ¼ bagian dari volume air dalam Akuarium. Pada saat penggantian air, kotoran yang berada didasar akuarium dibersihkan dengan cara disipon menggunakan selang plastik kecil yang berdiameter 5 ̶ 10 mm. Pada ujung selang diberi kain kasa agar ikan tidak tersedot keluar.
Penyiponan dilakukan sampai air berkurang kurang lebih ¼ bagian dari volume air dalam akuarium. Pengurangian air dengan proses penyiponan yang hanya sebanyak ¼ bagian air dari dalam akuarium adlah untuk mencegah terjadinya perubahan faktor fisik dan kimiawi air dalam akuarium. Apabila air yang diganti terlalu banyak maka dikhwatirkan ikan akan stres karena sifat fisik dan kimia air baru belum tentu cocok untuk ikan tersebut.
2.5.3. Pengontrolan Air
Salah satu faktor penting yang berperan dalam keberhasilan pembenihan gurami adalah kualitas air. Beberapa parameter yang berkaitan dengan kualitas air yang harus diperhatikan diantaranya pH, suhu, kekeruhan air.
Keasaman (pH) air yang sesuai untuk benih gurami berkisar pada angka 6,5 ̶ 7,5. Apabila air yang akan digunakan belum sesuai dengan pH yang diinginkan maka pH air tersebut dapat diatur dengan menambahkan larutan asam atau basa. Untuk mengubah pH air ke nilai yang paling rendah maka gunakan asam fosfor, sementara untuk meningkatkan pH air maka gunakan soda atau sodium bikarbonat.
Suhu air yang sesuai sangat mendukung kehidupan benih secara optimal. Untuk benih gurami, suhu air yang ideal adalah 28° C. Apabila suhu air rendah maka bakteri-bakteri yang tidak dikehendaki akan mudah berkembang biak. Pada air yang memiliki suhu yang hangat, bakteri akan mati dan tidak akan berkembang biak. Selain itu, air yang bersuhu hangat akan merangsang ikan tersebut untuk meningkatkan frekuensi makannya karena proses metabolisme ikan menjadi lebih cepat.
Untuk menaikkan suhu air agar tetap hangat dapat dilakukan dengan menempatkan akuarium diruang yang tertutup dan atapnya terbuat dari fiberglass sehingga dapat menyerap panas. Dan juga dapat ditingkatkan suhunya dengan water heater. Dengan alat suhu dapat diatur sesuai keinginan.
Air untuk media hidup benih sebaiknya jangan keruh. Pada air yang keruh, partikel-partikel kecil yang terkandung didalamnya dapat mempengaruhi proses kerja insang benih gurami.
Kekeruhan air dapat dihilangkan dengan cara filterisasi atau pengendapan. Air yang akan digunakan dimasukan ke bak penampungan selama sehari semalam agar partikel-partikel mengendap. Jika air dalam penampungan langsung akan digunakan maka air tersebut perlu diaerasi terlebih dulu. Selain diendapkan, air yang mengandung partikel-partikel juga dapat disaring dengan saringan mikron yang berdiameter sangat kecil. (Tirta dan Riski, 2002).
2.6. Monitoring Pertumbuhan
Agromedia (2007), berpendapat setelah telur menetas, larva dapat dipelihara dicorong penetasan sampai umur enam hari. Jika penetasan dilakukan di akuarium perlu dilakukan pergantian air selama pemeliharaan, dengan kualitas air pada suhu 29 – 300c dan pH 6,5 – 8,0. Pakan mulai diberikan saat larva berumur 5 – 6 hari, pakan yang diberikan berupa cacing sutra kering, artemia, dan kutu air berupa miona atau daphnia, dengan frekuensi pakan 4 – 5 kali sehari, sebanyak 2 sendok makan untuk 100 ekor larva setiap pemberian. Larva ini selanjutnya dipelihara hingga menjadi benih. Daur hidupnya ikan gurami tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. siklus hidup ikan gurami (Yeah, 2011)
2.7. Hama dan Penyakit
2.7.1. Hama
Umumnya, hama dikenal juga sebagai predator atau pemangsa. Hama terdiri dari hewan, baik yang hidup di dalam air maupun yang hidup di daratan. Menurut Khairuman dan Khairul (2003) jenis-jenis hama yang sering menyerang gurami sebagai berikut.
a. Kutu Ikan atau Kutu Air
Kutu ikan yang menyerang gurami berasal dari jenis argulus sp. Hewan ini termasuk golongan udang renik yang tubuhnya berbentuk bulat pipih. Tipe seranganya adalah menempel kuat pada tubuh dan insang gurami dan meninggalkan bekas luka gigitan yang kadang-kadang mengeluarkan darah.
b. Uncrit (Larva cybister)
Uncrit adalah larva dari kumbang air yang berwarna kehijauan. Sasaran ucrit adalah gurami stadium benih ukuran 1 ̶ 3 cm yang masih ada dikolam pendederan. Ucrit memangsa benih gurami dengan cara menangkapnya kemudian melumpuhkannya dengan ujung ekornya yang bercabang dua.
c. Notonecta (bebeasan)
Notonecta dikenal juga sebagai bebeasan karena bentuknya seperti butiran beras. Hewan ini memangsa ikan yang masih berada dalam stadium benih dengan ukuran 1 ̶ 2 cm. Biasanya benih gurami ditusuk sekaligus dihisap darahnya oleh notonecta
d.Kini-kini
Kini-kini adalah larva capung yang hidup dibawah permukaan air kolam. Hewan ini memangsa gurami dengan cara menghisap darahnya.
2.7.2. Penyakit
Menurut Khairuman dan Khairul (2003), ada dua kelompok besar yang dapat menyebabkan ikan sakit. yaitu:
a. Penyakit akibat gangguan jasad hidup atau biasa disebut dengan penyakit parasiter.
b. Penyakit yang bukan disebabkan oleh jasad hidup melainkan oleh faktor fisika dan kimia perairan atau yang biasa disebut dengan penyakit nonparasiter.
Penyebaran penyakit dapat terjadi melalui beberapa cara, yakni media air tempat hidup ikan, aliran air atau aliran irigasi, kontak langsung antara ikan yang sakit dan ikan yang sehat, dan kontak tidak langsung, misalnya melalui peralatan yang terkontaminasi dan melalui agent atau carrier (perantara ataupun pembawa). Tanda-tanda umum yang menunjukan gejala serangan penyakit pada gurami sebagai berikut.
a. Terjadinya kematian.
b. Laju pertumbuhan lambat.
c. Bentuk tubuh tidak normal.
d. Warna tubuh pucat.
e. Ikan sering muncul kepermukaan.
f. Sulit bernafas.
g. Nafsu makan menurun.
h. Mengeluarkan lender berlebih atau tidak sama sekali.
i. Sering menggosokan badanya ke benda-benda di dalam air.
j. Perut membengkak atau sangat kurus.
Beberapa jenis penyakit yang sering dijumpai menyerang gurami, antara lain :
a. Penyakit Bintik Putih
Penyakit bintik putih (white spot) menimbulkan bercak-bercak putih disekujur tubuh ikan. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Ichthyopthtirius sp. Bakteri ini menyerang bakteri dengan cara bersarang pada lapisan lendir kulit, sirip, hingga lapisan lender pada insang. Ikan yang diserang penyakit ini banyak mengeluarkan lender dan tubuhnya pucat.
b. Cacing Insang dan Cacing Kulit
Penyakit ini umumnya ditemukan dibagian insang dan kulit gurami. Penyebabnya adalah parasit dactylogyrus yang menyerang insang dan kulit gurami dan parasit Gyrodacctylus yang menyerang kulit gurami. Gejala gurami yang diserang oleh parasit ini antara lain ikan sering berenang ke permukaan air dan tubuhnya melompat-lompat. Selain itu, ikan banyak mengeluarkan lendir dan tubuhnya pucat.
c. Bercak Merah
Penyakit bercak merah disebut juga dengan penyakit aeromonas. Ada dua aeromonas yang menyerang gurami, yakni Aeromonas punctata dan Aeromonas hydrophilla. Ikan yang terserang oleh bakteri ini warna tubuhnya menjadi gelap dan kulitnya kasar karena kehilangan lendir. Gejala lainnya, ikan sering muncul kepermukaan air, berenang sangat lemah, dan napasnya terenggah-enggah (megap-megap).
d. Trichodina sp.
Trichodina sp. adalah parasit yang menyerang kulit dan sirip ikan. Dampak serangan penyakit ini adalah luka-luka pada organ disertai infeksi sekunder.
2.8. Panen dan Pasca Panen
2.8.1. Panen
Menurut Tirta dan Rizki (2002), pemanenan benih tergantung dari permintaan konsumen. Hampir semua ukuran benih gurami mendapatkan permintaan dari konsumen. Adapun ukuran secara rinci dari masing-masing benih yaitu.
a. Larva, adalah telur gurami yang baru menetas, umumnya 1 – 12 hari.
b. Biji oyong, kuaci, atau gabah, adalah sebutan benih gurami dari menetas sampai umur 30 hari.
c. Kuku, adalah sebutan benih gurami yang mempunyai panjang 1 – 2,5 cm.
d. Silet, adalah sebutan benih gurami yang mempunyai ukuran 2,5 – 4 cm.
e. Bungkus korek api, adalah sebutan untuk benih gurami yang mempunyai ukuran 4 ̶ 6 cm.
f. Bungkus kaset atau bungkus rokok, adalah sebutan untuk benih gurami yang mempunyai ukuran 12 ̶ 15 cm.
g. Tampelan atau garpit, adalah sebutan untuk ukuran benih gurami yang mempunyai ukuran 5 ̶ 7 ekor/kg.
2.8.2. Pengemasan
Pengemasan merupakan satu tahap pasca panen yang juga menentukan keberhasilan dalam rangkaian usaha pembenihan. Cara pengemasan yang benar akan memperkecil tingkat kematian benih, terutama dalam pengangkutan ke tempat konsumen (Tirta dan Riski 2002).
III. METODOLOGI
3.1. Tempat dan Waktu Praktek Kerja Lapang
Praktek Kerja Lapang III ini telah dilaksanakan di Balai Benih Ikan (BBI) Trenggalek Desa Sumbergedong Kecamatan Trenggalek Kabupaten Trenggalek Provinsi Jawa Timur, pada tanggal 12 Mei sampai dengan 26 Mei 2013. Adapun rencana kegiatan disajikan pada Lampiran 1.
3.2. Metode Praktek Kerja Lapang
Metode yang digunakan dalam Praktek Kerja Lapang III adalah metode survey dan pola magang serta berpartisipasi secara langsung dalam berbagai kegiatan yang berhubungan dengan usaha pembenihan ikan gurami, sehingga dapat memperoleh pengetahuan dan keterampilan.
3.3. Jenis Data
Data yang dikumpulkan dalam Praktek Kerja Lapang III ini adalah data primer dan data sekunder. Menurut Subagyo (1991), yang membedakan antara data primer dan data sekunder adalah:
a. Data Primer
Data Primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber ditempat PKL. Dalam PKL nanti yang termasuk data primer adalah hasil pengamatan selama melaksanakan praktek, hasil dari partisipasi dan hasil wawancara dengan narasumber. Data yang diambil di lapangan meliputi cara seleksi induk, cara pemijahan induk, jumlah telur yang dihasilkan, SR, jenis ikan gurami yang dipelihara, dan pemasaran.
b. Data Sekunder
Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari unit usaha dan sumber data terkait lainnya, serta dari bahan kepustakaan maupun literatur lainnya. Data yang diambil di lapangan meliputi lokasi unit usaha, sejarah unit usaha, tata letak, stuktur organisasi, dan ketenagakerjaan.
3.4. Metode Pengumpulan Data
Menurut Nazir (1998), metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode observasi dan wawancara.
a. Observasi adalah pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengamati dan mencatat secara sistematis gejala-gejala yang diamati.
b. Wawancara adalah proses tanya jawab dalam penelitian yang berlangsung secara lisan dimana orang atau lebih bertatap muka mendengarkan secara langsung informasi dan keterangan.
3.5. Metode Pengolahan
Menurut Narbuko dan Ahmadi (2001), data yang sudah terkumpul selanjutnya dilakukan pengolahan data melalui tahap editing, tabulating dan analizing.
a. Editing
Editing adalah memeriksa, mengoreksi dan melakukan pengecekan ulang terhadap data yang terkumpul dengan tujuan mengurangi kesalahan.
b. Tabulating
Tabulating adalah menyajikan data dalam bentuk tabel sehingga mudah untuk dipahami.
c. Analizing
Analizing adalah menganalisa data yang sudah terkumpul sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan.
DAFTAR PUSTAKA
Agromedia. 2007. Panduan Lengkap Budidaya Gurami. PT. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Amri,K. 2008. Jenis-jenis Gurami. AgroMedia. Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional. 2000. Induk Ikan Gurami SNI NO.7473.SNI. Jakarta.
Halim. 2011. Budidaya Ikan Gurami. Penebar Swadaya. Jakarta.
Jangkaru Z. 2007. Memacu Pertumbuhan Gurami (edisi revisi). Penebar Swadaya. Jakarta.
Khairuman dan Khairul Amri, M. 2003. Pembenihan dan Pembesaran Gurami secara Intensif. Agromedia Pustaka. Jakarta
Narbuko.C dan Ahmadi.A. 2001. Metode Penelitian. Bumi Aksara. Jakarta.
Nazir. M. 1998. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Penebar Swadaya. Jakarta Timur
Sitanggang, M dan B. Sarwono. 2006. Budidaya Gurami. Penebar Swadaya. Jakarta.
Subagyo. 1991. Metode Penelitian Praktis. BDFEE. Yogyakarta.
Tirta dan Riski S. 2002. Usaha Pembenihan Gurami. Penebar Swadaya. Jakarta.
Yeah. 2008. Pembesaran Gurame, 20 April 2011.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar