TEKNIK PEMELIHARAAN LARVA UDANG WINDU (Penaeus monodon) di HSRT MILIK BAPAK BHASORI DESA PACIRAN KECAMATAN
PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
PROVINSI JAWA TIMUR
PROPOSAL PRAKTEK
KERJA LAPANG II
JURUSAN TEKNOLOGI
BUDIDAYA PERIKANAN

Oleh :
DEDE HERMAWAN
NIT. 10.3.02.097
KEMENTRIAN KELAUTAN
DAN PERIKANAN
BADAN PENGEMBANGAN SDM KELAUTAN DAN PERIKANAN AKADEMI PERIKANAN SIDOARJO
2012
LEMBAR PENGESAHAN
Judul : Teknik
Pemeliharaan larva Udang Windu (Penaeus Monodon) di HSRT Milik Bapak
Bhasori Desa Paciran Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan Provinsi Jawa Timur
Nama : Dede
Hermawan
NIT : 10.3.02.097
Jurusan : Teknologi Budidaya Perikanan
Proposal ini Disusun Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Dapat Mengikuti Praktek Kerja Lapang II
Jurusan Teknologi Budidaya
Perikanan
Akademi Perikanan Sidoarjo
Tahun Akademik 2012/2013
Menyetujui, Menyetujui,
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing lI
Drs.
Djoko Surahmat, M.P. Dicky
Prania, S.Pi.
Tanggal: Tanggal:
Mengetahui,
Ketua Jurusan TBP
Teknologi
Budidaya Perikanan
Dr. Muh. Hery Riyadi
A., S.Pi., M. Si.
NIP : 19740304 199903 1 002
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Proposal Praktek Kerja Lapang II ini
tepat pada waktunya.
Dengan
tersusunnya Proposal
Praktek Kerja Lapang II ini penulis
mengucapkan banyak terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak
Endang Suhaedy, A.Pi., MM, M.Si. selaku Direktur Akademi Perikanan Sidoarjo
yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk melaksanakan PKL II.
2. Bapak
Dr. Muh. Hery Riyadi A., S.Pi., M.Si. selaku Ketua Jurusan Teknologi Budidaya Perikanan yang telah memberikan
petunjuk dan memfasilitasi jalannya PKL II.
3. Bapak Drs. Djoko Surahmat, M.P. dan
Bapak Dicky Prania, S.Pi. selaku Dosen Pembimbing I
dan Dosen Pembimbing II yang telah memberikan arahan dan bimbingannya dalam
penyusunan proposal ini.
4. Serta
semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan Penyusunan Proposal Praktek Kerja Lapang II ini.
Penulis
menyadari bahwa dalam penyusunan Proposal ini
masih ada bahkan banyak terdapat kekurangan, oleh karena itu penulis
mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan Proposal ini.
Sidoarjo,
Oktober 2012
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN........................................................................... i
KATA PENGANTAR................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL.......................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR..................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ vii
I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang .................................................................................. 1
1.2. Maksud
Dan Tujuan ......................................................................... 2
1.2.1 Maksud
.................................................................................. 2
1.2.2 Tujuan
.................................................................................... 2
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Biologi
Udang Windu ...................................................................... 3
2.1.1. Taksonomi Udang Windu ..................................................... 3
2.1.2. Morfologi Udang Windu ....................................................... 3
2.1.3. Reproduksi Udang Windu ...................................................... 4
2.1.4. Makan dan Kebiasaan Makan ................................................ 5
2.1.5. Siklus hidup ........................................................................... 5
2.1.6. Perkembangan Stadia Larva
Udang Windu .......................... 6
2.2. Tingkah Laku..................................................................................... 8
2.3. Penentuan Lokasi .............................................................................. 9
2.4. Sarana Dan Prasarana Pembenihan ................................................... 9
2.5. Kegiatan Pembenihan ........................................................................ 11
2.5.1. Persiapan Bak Dan Air Media ................................................. 11
2.5.2. Pengaturan Aerasi .................................................................... 12
2.5.3. Pengelolaan Kualitas Air ......................................................... 12
2.5.4. Induk Dan Pemijahan .............................................................. 13
2.5.5. Pemeliharaan Larva.................................................................. 14
2.5.6. Pakan ....................................................................................... 14
2.5.7.
Penyakit Dan Penanggulangannya .......................................... 16
2.5.8. Pemanenen
............................................................................... 19
III. METODOLOGI
3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan.......................................................... 20
3.2. Metode Praktek Kerja Lapang............................................................ 20
3.3. Sumber Data....................................................................................... 20
3.4.
Teknik Pengumpulan Data.................................................................. 21
3.5. Teknik Pengolahan Data..................................................................... 21
3.6. Analisa Data....................................................................................... 22
3.7. Analisis Usaha ................................................................................... 22
3.7.1. Analisa Laba Rugi .................................................................. 23
3.7.2. Analisa Rasio Hasil dan Harga ............................................... 23
3.7.3. Analisa Break Event Point ...................................................... 23
3.7.4. Revenue Cost (R/C) ................................................................ 24
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR
TABEL
Tabel Halaman
1. Persyaratan
Kualitas Air Dan Parameternya................................................... 13
2. Jenis Dan
Dosis Pakan Pada Stadium
Larva ................................................. 15
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1.
Morfologi
Udang Windu ................................................................................... 4
2.
Siklus Hidup Udang Windu .............................................................................. 6
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halamam
1. Rencana
Kegiatan PKL-2..........................................................................
26
2. Inventaris
Data Yang Akan Dipelajari.......................................................
27
3. Daftar
Kuisioner ...................................................................................... 29
4. Tabel Diskusi ............................................................................................ 32
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Jenis
Udang Windu merupakan salah satu jenis udang yang memiliki nilai ekonomis yang
cukup tinggi dan merupakan komoditas ekspor andalan pemerintah. Konsekuensi
dari peningkatan tersebut adalah semakin tingginya kebutuhan benur yang
berkualitas baik. (Menurut Sutaman, 1993).
Dalam
usaha memenuhi pasar dunia akan ketersediaan udang windu, para pengusaha
pembenihan memulai kegiatan dari pembenihan, pembesaran sampai pada pemanenan
dan pemasaran udang windu. Salah satu usaha yang menentukan keberhasilan produksi
udang windu yaitu usaha pembenihan. Usaha pembenihan adalah usaha yang
menyediakan benih yang berkualitas baik untuk dibesarkan. Usaha pembenihan
memberikan harapan yang baik sekaligus peluang kerja yang lebih luas. Hal ini
tidak saja disebabkan oleh teknologi yang dikuasai sepenuhnya, akan tetapi
bagian- bagian dalam siklus pembenihan udang skala besar sekarang sudah
diusahakan secara mandiri. (Menurut Sutaman, 1993).
Oleh
karena itu, usaha pembenihan yang ada harus melakukan pembenahan, supaya dapat
memenuhi standar kualitas akan kebutuhan benur bagi petani tambak. Sesuai
dengan uraian tersebut penulis perlu melaksanakan pembelajaran dan praktek di
lapangan tentang teknik pembenihan udang windu mulai tahap persiapan sampai
panen. Pemeliharaan larva sangat penting, dikarenakan kualitas suatu benih akan
mempengaruhi budidaya udang saat ditambak.
1.2. Maksud Dan Tujuan
1.1.2 Maksud
Maksud
Praktek Kerja Lapang (PKL) II adalah :
(1) Mengikuti
kegiatan secara langsung teknik pemeliharaan larva udang windu di HSRT milik
Bapak Bashori.
(2) Mempelajari
lebih detail tentang teknik pemeliharaan udang windu mulai dari persiapan
sampai panen.
(3) Memperoleh
data teknis dan finansial tentang kegiatan usaha pembenihan udang windu.
1.2.2 Tujuan
Tujuan
Praktek Kerja Lapang (PKL) II adalah :
(1) Memperoleh
pengetahuan dan keterampilan tentang teknik pemeliharaan larva udang windu di
HSRT milik Bapak Bashori.
(2) Mengetahui
teknis analisis usaha pembenihan udang windu.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Biologi Udang Windu
2.1.1. Taksonomi
Udang Windu
Menurut
Saanin (1968), Udang Windu digolongkan ke dalam :
Phyllum : Arthopoda
Sub- phylum :
Mandibulata
Class : Crustacea
Sub-
class : Malcostraca
Ordo : Decapoda
Sub-
ordo : Matantia
Famili : Penaedae
Genus : Penaeus
Species : Penaeus monodon Fabr
2.1.2.
Morfologi Udang Windu
Menurut Murtidjo (2003), tubuh
udang windu terbagi menjadi dua bagian, yakni bagian kepala hingga dada dan
abdomen yang meliputi bagian perut dan ekor. Bagian kepala hingga dada disebut chepalothorax,
dibungkus kulit kitin yang tebal atau carapace. Bagian ini terdiri dari kepala dengan 5 segmen dan dada
dengan 8 segmen. Bagian abdomen terdiri atas 6 segmen dan 1 telson. Udang windu
(Penaeus monodon) memiliki 1 pasang appendage. Lima pasang terdapat pada kepala, masing-
masing antenulla pertama dan antenulla kedua yang berfungsi untuk
penciuman dan keseimbangan, mandibulla untuk mengunyah, serta maxillula dan
maxilla untuk membantu makanan dan bernafas. Tiga pasang appendage yang
terakhir merupakan kesatuan bagian mulut. Bagian dada Penaeus monodon memilki tiga
pasang maxilliped yang berfungsi untuk berenang serta membantu
mengomsumsi makanan. Bagian dada memilki lima pasang kaki renang yang berguna
untuk berenang sertaa sepasang uropoda untuk membantu melakukan gerakan
melompat dan naik turun. Jenis kelamin udang windu betina dapat diketahui
dengan adanya telikum di antara kaki jalan ke-4 dan ke-5. Telikum berupa garis
yang tipis dan akan melebar setelah terjadi feritlisasi. Sementara, jenis
kelamin udang windu jantan dapat diketahui dengan adanya petasma, yakni
tonjolan diantara kaki renang pertama, dapat di lihat pada gambar I.
Gambar I. Udang Windu ( Penaeus monodon Fabr )
2.1.3.
Reproduksi Udang Windu
Sistem reproduksi udang
betina terdiri dari sepasang ovarium, dan sepasang oviductus, lubang genital,
dan sebuah alat kelamin yang disebut thelikum. Komponen struktur utama dari
ovari adalah dinding ovari, epithelium, folikel dan terusan dinding ovari yang
meliputi pembuluh darah dan sel-sel otot.
Sistem reproduksi udang jantan
terdiri dari sepasang testis, vasa deferentia, sebuah petasma yang berada
diluar, serta appendiks maskulina. Sperma matang terdiri dari kepala, tutup,
badan dan duri, tidak berekor, tidak bergerak, dan mengandung inti yang tidak
pekat. Waktu menembus vasa diferentia kumpulan sperma yang berubah dikumpulkan
dalam cairan sekretori dan dimasukkan ke dalam spermatophora berkhitin (Ahmad
dkk, 1988).
2.1.4. Makan dan Kebiasaan Makan
Udang termasuk golongan omnivora atau pemakan segala.
Beberapa sumber pakan udang antara lain udang kecil (rebon), fitoplankton,
cocepoda, polyhaeta, larva kerang, dan lumut. Udang vannamei mencari dan
mengidentifikasi pakan menggunakan sinyal kimiawi berupa getaran dengan bantuan
organ sensor yang terdiri dari bulu-bulu halus (setae). Organ sensor ini
terpusat pada ujung anterior antenula, bagian mulut, capit, antena, dan
maxillipied. Dengan bantuan sinyal kimiawi yang ditangkap, udang akan merespon
untuk mendekati atau menjauhi sumber pakan. Bila pakan mengandung senyawa
organik, seperti protein, asam amino, dan asam lemak maka udang akan
merespon dengan cara mendekati sumber pakan tersebut.
Untuk mendekati sumber pakan, udang akan berenang
menggunakan kaki jalan yang memiliki capit. Pakan langsung dicapit menggunakan
kaki jalan, kemudian dimasukkan ke dalam mulut. Selanjutnya, pakan yang
berukuran kecil masuk ke dalam kerongkongan dan oesophagus. Bila pakan yang
dikonsumsi berukuran lebih besar, akan dicerna secara kimiawi terlebih dhulu
oleh maxillipied di dalam mulut (Haliman dan Adijaya, 2005).
2.1.5.
Siklus Hidup
Menurut
Wardiningsih (1999) dan Mudjiman (2003) secara umum pergantian bentuk larva
mulai dari menetas sampai menjadi post larva (PL), yang siap untuk
ditebar ke dalam tambak ada 4 fase atau stadia. Empat fase tersebut adalah : fase nauplius, fase
protozoa atau disebut pula swbagai fase zoea, fase mysis dan
yang terakhir adalah fase post larva. Bila diamati lebih teliti, maka pada setiap fase terdiri
dari beberapa sub fase (stadium), yang mempunyai bentuk berlainan.
Siklus hidup udang windu dapat di lihat pada gambar 2.
Ganbar 2. Siklus
Hidup Udang Windu
2.1.6.
Perkembangan Stadia Larva Udang Windu
a. Fase Nauplius
Fase ini dimulai sejak telur menetas, dan berlangsung
selama 46- 50 jam atau 2- 3 hari. Dalam
fase ini larva belum memerlukan makanan dari luar karena masih terdapat
persediaan makanan dalam kantung kemih telur itu sendiri. Fase nauplius ini
mengalami pergantian bentuk, dengan tanda- tanda sebagai berikut :
Nauplius I : Badan berbentuk bulat telur, tetapi sudah
mempunyai anggota badan 3 pasang.
Nauplius II : Badan
masih bulat tetapi pada ujung antenna pertama terdapat setae (rambut)
yang satu panjang dan yang dua pendek.
Nauplius III : Tunas
maxilla dan maxilliped mulai tampak, demikian juga furcal yang jumlahnya 2 buah
mulai terlihat jelas, masing- masing dengan 3 duri (spine).
Nauplius
IV : Pada
antenna kedua mulai tampak beruas- ruas dan pada setiap furcal terdapat 4 buah
duri.
Nauplius V : Organ
bagian depan sudah mulai tampak jelas disertai dengan tumbuhnya tonjolan pada
pangkal maxilla.
Nauplius
VI : Perkembangan
bulu- bulu makin sempurna dan pada duri furcal semakin panjang.
b. Fase Protozoea
Pada fase zoea larva harus diberi pakan dan aktif
mengambil makanan sendiri dari luar yaitu plankton. Fase zoea hanya berlangsung selama 3- 4 hari. Larva pada
fase ini sangat peka terhadap lingkungan.
Fase
zoea terdiri dari 3 tingkatan yang mempunyai tanda- tanda yang berbeda sesuai
dengan perkembangnya yaitu :
Zoea I : Bentuk badan pipih, mata dan carapace mulai
tampak, maxilla pertama dan kedua
mulai nerfungsi, alat pencernaan tampak jelas.
Zoea II : Mata mulai bertangkai dan pada carapace
sudah terlihat rostrum dan duri supra orbital yang bercabang.
Zoea III : Sepasang uropoda yang bercabang dua mulai
berkembang dan duri pada ruas- ruas perut mulai tumbuh.
c. Fase Mysis
Fase mysis berikutnya mirip udang- udangan, sifatnya yang
paling menonjol adalah gerakan mundur dengan cara membengkokkan tubuhnya. Pada
fase ini berlangsung selama 4- 5 hari.
Fase mysis pada larva ditandai dengan tiga kali perubahan
dengan tanda- tanda sebagai berikut :
Mysis I :
Bentuk badan ramping dan memanjang seperti udang mudah, tetapi kaki renang masih belum tampak.
Mysis II : Tunas kaki renang mulai tampak nyata tetapi
belum beruas- ruas.
Mysis III : Tunas
kaki renang bertambah panjang dan beruas- ruas.
d. fase Post Larva (PL)
Perubahan
bentuk pada fase ini yang paling akhir dan paling sempurna dari seluruh
metamorfosa, tetapi larva ini tidak mengalami perubahan bentuk, karena seluruh
bagian tubuh sudah lengkap dan sempurna seperti udang windu.
2.2.
Tingkah Laku
Dalam usaha
pembenihan udang windu, perlu adanya pengetahuan tentang tingkah laku udang.
Menurut Darmono (1991), beberapa tingkah laku udang windu yang perlu diketahui
antara lain :
a. Sifat
Nokturnal
Yaitu sifat binatang yang aktif
mencari makanan pada waktu malam hari, pada siang hari mereka lebih suka
beristirahat, baik membenamkan diri dalam lumpur maupun menempel pada suatu
benda yang terbenam dalam air dengan tujuan menghindarkan diri dari musuh-
musuhnya.
b.
Sifat Kanibalisme
Yaitu
sifat suka memangsa sejenisnya. Sifat ini sering timbul pada udang yang
kondisinya sehat, yang sedang tidak ganti kulit. Sasarannya adalah udang- udang yang kebetulan ganti
kulit.
c.
Ganti Kulit (Moulting)
Yaitu
proses pergantian kutikula lama digantikan dengan kutikula yang baru. Kutikula adalah
kerangka luar udang yang keras atau (tidak elastis). Oleh karena itu untuk
tumbuh menjadi lebih besar mereka perlu melepas kulit lama dan menggantikan
dengan kulit yang baru.
d.
Migrasi
Yaitu
proses perpindahan sekelompok udang dari habitat satu ke habitat yang lain.
Kegiatan migrasi ini dilakukan karena terbatasnya persediaan makanan atau udang
betina yang bertelur.
e.
Daya Tahan
Udang
windu terutama pada waktu masih berupa benih, sangat tahan pada perubahan kadar
garam atau salinitas. Sifat demkian dinamakan sifat Euryhaline. Sifat lain yang
menguntungkan adalah ketahanan terhadap perubahan suhu dan sifat ini dikenal
dengan nama Eurytherma.
2.3. Penentuan Lokasi
Menurut Murtidjo (2003), lokasi yang memenuhi syarat
untuk pembenihan udang windu adalah :
a. Dekat dengan pantai, sehingga mudah mendapatkan air laut.
b. Kualitas
air laut yang digunakan memenuhi syarat sebagai berikut :
Ø Salinitas
air laut sekitar 30 ppt
Ø Air
cukup bersih dan tidak mengandung zat- zat organik maupun anorganik.
Ø pH 7
– 8 ; pH laut yang potensial 7 – 9
Ø
Lokasi
jauh dari pencemaran, baik dari pabrik, pestisida bekas pembasmian hama di
sawah.
c. Tersedia
tenaga listrik yang menyalurkan arus menerus selama 24 jam.
d. Tidak jauh dari pertambakan dan sumber induk nauplius.
2.4. Sarana dan Prasarana Pembenihan
Wardiningsih (1999) dan Soetomo (2000), menjelaskan bahwa
sarana dan prasarana pembenihan terdiri dari :
a. Bak pemeliharaan larva
Berdasarkan bentuknya, bak pembenihan terbagi atas empat
macam yaitu bak berbentuk persegi empat, bak berbentuk lingkaran, bentuk bulat
telur dan bentuk kerucut. Bak persegi empat biasanya digunakan dalam sistem
jepang, biasanya digunakan dalam pembenihan yang berukuran besar dengan
kapasitas lebih besar dari 15 ton. Bak berbentuk kerucut dikenal dalam
pembenihan metode Galveston, biasanya digunakan pada bak pembenihan
berukuran kecil dan berkapasitas lebih kecil dari 3 ton. Bak berbentuk
lingkaran ataupun bulat telur dapat menghasilkan sirkulasi yang baik, yang
biasanya digunakan dalam pembenihan udang skala rumah tangga dengan kapasitas
antara 10 – 15 ton.
b. Bak kultur plankton
Untuk menyediakan pakan alami fitoplankton satu
siklus pemeliharaan dalam bak larva 30 ton, diperlukan bak kultur alga sebanyak
2 bak dengan kapasitas 2 x 2 x 0,6 m. Pemberian plankton dilakukan dalam media
pemeliharaan larva hanya 2 hari pertama stadia 20. Selanjutnya plankton akan
tumbuh dengan sendiri pada bak pemeliharaan larva.
c. Bak penetasan artemia
Untuk menetaskan cyste artemia, dapat digunakan wadah
yang cukup sederhana dengan harga yang relatif murah. Wadah tersebut dapat di
buat dengan kombinasi antara ember plastik dengan corong plastik sehingga
membentuk kerucut. Volume wadah penetasan artemia berkisar 20 – 25 liter.
d. Generator
Generator mutlak digunakan sebagai penggerak blower,
pompa air, untuk penerangan, dan lain- lain. Kapasitasnya diseuaikan dengan
kebutuhan pasca larva dibuat dari semen dengan kapasitas 20 30 m3
dengan kedalaman 1 m yang ditempatkan di luar.
e. Pompa air
Blower dipergunakan sebagai alat untuk membantu dan
menigkatkan kelarutan dalam air.
2.5. Kegiatan Pembenihan
2.5.1. Persiapan bak dan Air Media
Menurut
Wardiningsih (1999), dalam kegiatan pembenihan udang, persiapan bak yang
dimaksud adalah untuk mengeringkan dan membersihkan bak dari segala bentuk
kotoran, yang dikerjakan sebelum bak digunakan atau diisii air.
a. Persiapan Bak
Kegiatan persiapan bak berupa membersihkan bak- bak untuk
kegiatan pembenihan agar bersih dan steril sehingga bak tersebut terbebas dari
penyakit. Setelah bak dibersihkan, dilakukan pengeringan bak selam 2- 3 hari
supaya organisme air yang terdapat dalam bak mati. Bila proses pengeringan bak
ini tidak dapat dilakukan maka untuk membersihkan dinding bak dilakukan dengan
cara lain, yaitu dengan cara menggunakan larutan chlorin 100 ppm (100 ml
larutan cholorin 10 % dalam 1 m3 air). Pada pencucian dengan
penggunaan larutan chlorin, sebelum diisi air maka bak perlu dinetralisasi dan
cholorin, karena chlor yang masih menempel pada dinding bak biasa bersifat
racun bagi larva dan dapat meatikan plankton yang akan diberikan sebagai
makanan larva. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Wardiningsih (1999) bahwa
sebelum bak digunakan atau diisi air perlu dilakukan pengeringan dan
pembersihan bak. Cara menetralisis chlor ini dengan menggunakan larutan Natrium
Tio Sulfat sebanyak 40 ppm, atau sebelum diisi air bak dikeringkan selama 1-2
jam untuk menghilangkan chlor yang bersifat racun tersebut.
b. Persiapan Air
Air
yang digunakan berasal dari laut, kemudian air itu disaring dalam bak
penyaringan, dalam bak penyaringan air di beri kaporit 7-10 gram/ton untuk
membunuh bakteri-bakteri patogen dari laut. kemudian air dalam bak di beri
aerasi untuk menghilangkan kandungan kaporit, proses ini dilakukan selama 2-3
hari, kemudian air disalurkan ke bak tandon untuk siap digunakan proses
penbenihan.
2.5.2. Pengaturan Aerasi
Menurut
Wardiningsih (1999), kondisi aerasi harus diperhatikan karena selama
pemeliharaan tidak jarang dijumpai larva yang meletik ke dinding bak, maka
untuk mengatasinya adalah aerasi harus dinaikkan kekuatannya. Walaupun demikian
aerasi juga harus dijaga pengeluarannya, tidak boleh terlalu kecil ataupun
terlalu besar, dan tidak boleh mati sama sekali karena berakibat buruk terhadap
larva yang dipelihara, bahkan dapat mengakibatkan kematian missal. Kekuatan
aerasi dibuat sekitar 101/menit untuk kedalaman air 50 cm, sedangkan jumlah
aerasi diperhitungkan satu buah aerasi per meter persegi. Jadi untuk satu bak
dengan luas 4 x 4 meter persegi diperlukan paling sedikit 16 buah aerasi.
Aerasi harus dipasang dengan posisi yang dapat tersebar merata didasar bak.
2.5.3. Pengelolaan Kualitas Air
Kualitas air merupakan factor penting selama
pembenihan berlangsung. Baik buruknya sangat menentukan hasil yang akan
dicapai. Oleh karena itu kualitas
air diusahakan sebaik mungkin dan selalu dipantau. Persyaratan kualitas air dan
parameternya yang baik untuk pembenihan udang windu dapat dilihat pada table
dibawah ini.
Tabel 1. Persyaratan Kualitas Air dan
Parameternya
|
No
|
Parameter
|
Standar
Ukur
|
|
(1)
|
(2)
|
(3)
|
|
1.
|
Fisika
|
|
|
|
a.
Suhu
|
26
- 300 C
|
|
|
b.
Salinitas
|
0
– 35 permil dan optimal 10 – 30 permil
|
|
|
c.
Kecerahan air
|
25
– 30 cm
|
|
2.
|
Kimia
|
|
|
|
1.
pH air
|
7,5
– 8,5
|
|
|
2.
DO (Oksigen terlarut)
|
4
– 8 mg/ltr
|
|
|
3.
Amoniak (NH3)
|
<
0,1 mg/ltr
|
|
|
4.
H2S
|
<
0,1 mg/ltr
|
|
|
5.
Nitrat
|
200
mg/ltr
|
2.5.4.
Induk dan Pemijahan
Menurut Wardiningsih
(1999), pada umumnya Udang Penaid memijah di daerah lepas pantai,
kecuali beberpa spesies dari genus Metapenaeus yang memijah didaerah
pantai. Pemijahan sebenarnya terjadi sepanjang tahun, tetapi terdapat pada dua
puncak musim yaitu pada awal dan akhir musim hujan. Perubahan kadar garam yang
bersamaan dengan perubahan suhu yang mendadak dapat memberikan rangsangan pada
induk udang yang matang telur untuk memijah. Sedangkan pemijahan yang paling
efektif didapatkan pada waktu suhu air relative tinggi. Pada umumnya udang bertelur pada malam hari, akan tetapi
juga tergantung pada perkembangan musim.
2.5.5. Pemeliharaan Larva
Wardiningsih (1999), menjelaskan bahwa stadium
larva merupakan stadia yang lemah pada daur hidup. Oleh karena itu peranannya
sangat penting dalam menentukan berhasil tidaknya suatu pembenihan udang. Dalam
hal ini penanganannya harus benar-benar diperhatikan yaitu mulai dari stadium
Nauplius sampai stadium Post Larva. Selain itu juga perlu dihindari hal- hal
yabg akan menimbulkan stres pada larva antara lain adalah : kondisi aerasi,
pemberian pakan dan pengamatan terhadap perkembangan larva, dan juga pengamatan
kualitas air media. Selama pemeliharaan, perawatan, pemberian pakan dan
penggantian air merupakan kegiatan rutin yang setiap hari harus diperhatikan
dan ditangani secara seksama.
2.5.6. Pakan
Menurut Wardiningsih (1999), pada stadium nauplius belum
diberi makan karena dalam tubuh masih mempunyai persediaan makanan dalam
kantung kuning telur. Tetapi pemberian makanan seperti Skeletonema sp dan
Tetraselmis sp dalam bak besar harus sudah dimulai 2 hari sebelum induk
matang telur dipindahkan ke dalam bak peneluran. Hal ini dimaksudkan supaya
setelah Nauplius menjadi Zoea makanan yang dikultur sudah siap
untuk diberikan kepada larva. Setelah menjadi zoea larva memerlukan makanan
yang melayang- melayang dalam air. Pemberian makanan berupa Skeletonema sp dan
Tetraselmis sp bersama massa airnya mempunyai keuntungan yaitu untuk
mengurangi kepadatan penebaran larva dalam bak. Secara umum makanan yang
diberikan kepada larva udang selama pemeliharaan ada 2 jenis makanan, yaitu
makanan alami yang berupa fitoplankton dan zooplankton, dan makanan buatan.
Jenis makanan, ukuran pemberian pakan sesuai dengan stadium perkembangannya,
dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Jenis Makanan, Ukuran Pemberian Pakan Pada
Stadium Larva.
|
STADIA
|
JENIS
PAKAN
|
DOSIS
|
FREKUENSI
|
|
(1)
|
(2)
|
(3)
|
(4)
|
|
Naupli
|
Makanan dari cadangan isi kantung telur.
|
-
|
-
|
|
Zoea
|
Plankton nabati Diatome (skeletonema, Navicula, Amphora,
Tetraselmis, dll)
|
15
– 20 % dari berat tubuhnya
|
4
– 6 kali sehari
|
|
Mysis
|
|
15
– 20 % dari berat tubuhnya
|
4
– 6 kali sehari
|
|
Post
Larva
|
|
5
– 10 % dari berat tubuhnya
|
4
– 6 kali sehari
|
|
Udang
Dewasa
|
|
5
– 10 % dari berat tubuhnya
|
4
– 6 kali sehari
|
2.5.7.
Penyakit dan Penanggulangannya
Selama
perkembangannya larva sering kali terserang beberapa jenis jamur, bakteri atau
protozoa yang dapat mengganggu pertumbuhan bahkan dapat mengakibatkan kematian.
www.dkp.go.id
(2012)
Menurut Mutidjo (2003), berbagai jenis
penyakit yang spesifik menyerang larva udang windu diuraikan sebagai berikut :
1. Penyakit Virus
Ada empat jenis
penyakit virus yang ttidak dikenal menyerang tingkat larva dan post
larva : Baculoviruspanei (BP), Baculo viral midgut gland
neocrosis (BMN), dan Injectious hemato poletic neocrosis virus (IHHN).
Di Indonesia baru satu yang dikenal menyerang udang windu, yaitu Baculovirus
panei atau Monodon baculo (MBV). Umumnya menyerang post larva (PL),
khususnya diatas post larva 20 (PL 20). Induk udang sebagai sumber dan
pembawa penyakit ( carrier ) dengan mudah menularkan virus ke larva
melalui telur karena vrus banyak terdapat pada fesesnya. Oleh alasan ini,
pengisolasian induk udang windu yang positif terinfeksi dari tempat
pemeliharaan larva merupakan salah satu pengendalian penyakit virus, disamping
mengurangi faktor cekaman ( stress ) dan kepadatan.
2. Penyakit
Bakteri Non- Filamen
Meskipun penyakit
bacterial sangat umum menyerang larva udang windu, Namun infeksinya bersifat
oportunis, dalam arti bakteri merupakan penyebab timbulnya penyakit. Salah satu
jenis penyakit bakterial yang akhir- akhir ini sering menimbulkan masalah pada
larva udang windu disebut penyakit “ bakteri menyala “ atau “ bakteri pasar
malam “. Penyakit ini diduga disebabkan oleh bakteri vibrio luminescent.
Serangan bakteri ini sering dikaitkan dengan adanya perubahan kondisi
lingkungan sehingga larva menjadi stress. Akibatnya, bakteri berkembang dengan cepat dan
mengakibatkan kematian pada larva secara missal. Penggunaan obat- obatan
seperti terramicin, choramphericol, dan furanace telah dikenal cukup efektif
membasmi penyakit bakteri tersebut. Namun, cara yang lebih baik adalah usaha
sanitasi , baik sebelum maupun pada saat pemeliharaan larva, disamping
desinfeksi bak pemeliharaan serta menghindarkan keluar masuknya pekerja dari
suatu hatchery ke hatchery lain, penggunaan filter, dan sebagainya. Akan
tetapi, penggunaan obat secara rutin dapat berdampak negative, meskipun
antibiotik itu pada awalnya efektif.
3.Penyakit Bakteri Filamen
Terhadap
infeksi bakteri filament, larva udang windu lebih tahan dibandingkan dengan
tingkatan post larva (PL). Hal ini disebabkan oleh proses ganti kulit (
moulting ) pada larva lebih sering dan cepat terjadi sehingga bakteri
filament ( Leuconthrix mucor ) tidak sempatterakumulasi dalam tubuhnya.
Dalam keadaan infeksi berat sering terjadi kematian akibat terjeratnya larva
udang oleh benang- benang bakter tersebut. Selain itu, bakteri banyak menempel
di bagian insang sehingga mengganggu pernapasan. Selanjutnya, nafsu makan
menurun dan akhirnya mengalami kematian. Usaha pencegahan yang perlu dilakukan
adalah perbaikan kualitas air, penanganan yang baik, mengurangi kepadatan, dan
mengurangi stress ( cekaman ). Pengobatan yang dapat dilakukan antara lain
pemberian furanace 1 ppm, formalin 25 ppm, dan KMnO4 sebanyak 2 ppm.
4. Penyakit Jamur
Penyakit karena jamur merupakan kasus yang sering terjadi
pada larva udang windu. Penyebabnya adalah Lagenidium sp. Jamur ini
biasanya menyerang larva pada stadium zoea dan mysis. Serangan jamur ini
bersifat sistemik, yakni dapat menyerang sampai ke dalam tubuh larva udang
windu. Penularan jamur ini terjadi melalui zoospore, yaitu fase infeksi yang
berenang bebas di air. Zoospora juga terdapat pada Artemia sehingga
makanan alami larva tersebut juga menjadi sumber infeksi. Serangan Lagenadum sp
dapat memusnahkan populasi larva udang windu dalam waktu 2 - 3 hari. Larva yang
terinfeksi sulit diobati sehingga hanya dapat di usahakan melalui pencegahan
penyebaran fase infeksi parasit dengan cara pencucian bak pemeliharaan dengan
klorin atau Malachite Green. Tindakan pencegahan yang sebaiknya
dilakukan adalah memandikan induk udang dalam larutan Malachite Green 5 ppm
selama 2 menit sebanyak 2 – 3 kali berturut- turut, atau menggunakan Treflan
0,01 ppm pada saat penggantian air dari desinfeksi bak pemeliharaan larva.
5. Penyakit Protozoa
Penyakit
protozoa pada larva udang windu pada umumnya disebabkan oleh golongan ciliate (
Epicommonsel peneitrichous cilintes ), terutama dari jenis spesies
Zoothamnium, Epystylis, dan Vorticella. Serangan penyakit protozoa ini biasanya
terjadi bersama- sama dengan serangan organisme pathogen lainnya, misalnya
bakteri filamen. Pada infeksi yang berat, terlihat seluruh permukaan tubuh
larva ditempeli oleh parasit. Akibatnya, larva penderita tampak dilakukan di hatchery.
Namun, salah satuu pencegahan yang efektif adalah penggunaan formalin dengan
dosis 15ppm – 25 ppm untuk larva dan 100 ppm – 250 ppm untuk desinfeksi bak
pemeliharaan.
2.5.8. Pemanenan
Menurut Wardiningsih (1999), waktu yang dibutuhkan untuk
panen adalah saat benih berumur 35 hari. Pemanenan dilakukan secara bertahap,
umumnya dilakukan dua atau empat kali dalam satu masa pemeliharaan agar larva
udang tidak stress.
Cara
pemanenan dilakukan pertama- tama dengan melakukan pengeringan bak, yaitu menurunkan permukaan air dengan
mengeluarkannya kira-kira ¼ volume air untuk mengurangi stress pada benur.
Seser yang digunakan harus menggunakan jaring yang halus, supaya tidak merusak
fisik benur. Penangkapan benur ini pun tidak boleh dilakukan secara kasar,
harus dilakukan dengan pelan-pelan. Jika pada dasar tambak mempunyai pipa
pembuangan, maka ke dalam kotak panen atau ember. Benur yang telah dimasukkan
ke dalam wadah penampungan yang telah dipersiapkan, yaitu ember besar yang
dilengkapi dengan aerasi.
III.
METODOLOGI
3.1. Waktu dan Tempat
Pelaksanaan
Praktek Kerja Lapang II akan dilaksanakan pada tanggal 22
Oktober sampai dengan 2 November 2012 bertempat di HSRT Milik Bapak Bhasori Desa Paciran Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan Provinsi Jawa Timur.
3.2.
Metode Praktek Kerja Lapang
Praktek Kerja Lapang II dilaksanakan dengan metode survei. Menurut Nazir (1988),
metode survei adalah penyelidikan yang diadakan untuk memperoleh fakta-fakta
dari gejala yang ada dan mencari keterangan-keterangan secara faktual, baik
tentang instusi sosial, ekonomi, atau politik dari suatu kelompok ataupun
daerah.
Sedangkan untuk memperoleh keterampilan penulis
menggunakan metode magang. Metode magang adalah penulis mengikuti serta
berpartisipasi secara langsung dalam semua kegiatan yang berhubungan dengan
proses pemeliharaan udang Windu yang dilaksanakan di tempat Praktek Kerja
Lapang dibawah bimbingan eksternal.
3.3. Sumber
Data
Sumber data yang
diperoleh dari Praktek Lapang adalah data primer dan sekunder.
|
|
Data skunder adalah data yang dikumpulkan dari lembaga
lain yang sudah dipublikasikan (Nazir,1988). Ditambahkan oleh (Subagyo,1991). Data sekunder dikumpulkan sebagai studi literatur dan
bahan pembanding terhadap data primer yang dikumpulkan.
Jenis data sekunder adalah literatur buku yang digunakan
dalam pembahasan tinjauan pustaka, literatur dari internet.
3.4.
Teknik Pengumpulan Data
Menurut Nazir (1988), data yang diperoleh diambil dengan
cara :
a. Observasi Langsung
Pengumpulan data dengan observasi langsung atau dengan
pengamatan langsung dengan cara pengambilan data dengan menggunkan mata tanpa
ada pertolongan alat standar lain untuk keperluan tersebut. Daftar data yang
akan dipelajari dapat dilihat pada lampiran 2.
b. Wawancara / interview
Yang dimaksud dengan wawancara adalah proses memperoleh
keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka
antara si penanya atau pewawancara dengan sipenjawab atau responden dengan
menggunakan alat yang dinamakan interview
guide (panduan wawancara) atau juga dengan menggunakan daftar kuisioner.
Daftar pertanyaan dapat dilihat pada lampiran 3.
.
3.5.
Teknik Pengolahan Data
Menurut Naburko dan Achmadi (2004), data yang telah
terkumpul baik data primer maupun sekunder selanjutnya dilkukan pengelolaan
data sebagai berikut :
1.
Editing
Sebelum data diolah, data tersebut perlu diedit terlebih
dahulu, dengan kata lain, dan atau keterangan yang telah dikumpulkan dalam
record book. Agar data yang di peroleh
dalam hasil pembahasan laporan pembenihan udang windu dapat mudah disusun dan
dapat di pahami.
2. Tabulating
Membuat tabulasi termasuk dalam kerja memproses data.
Membuat tabulasi tidak lain memasukkan data kedalam tabel-tabel, dan mengatur
angka-angka sehingga dapat dihitung jumlah kasus dalam berbagai-bagai kategori.
Seperti dalam penyajian data nilai standar kualitas air media pemeliharaan
larva udang windu.
3.6. Analisis Data
Data dianalisis dengan menggunakan analisis diskriptif
yaitu menyajikan data sesuai dengan informasi yang diperoleh dilapanagan.
Menurut Naburko dan Achmadi (2004), analisa deskriptif adalah menyajikan data
sesuai dengan keadaan sebenarnya guna mempermudah pengambilan keputusan.
3.7. Analisis Usaha
Analisis usaha dalam bidang perikanan merupakan upaya
untuk mengetahui sampai dimana keberhasilan yang telah dicapai selama usaha
perikanan itu berlangsung. Ada beberapa macam bentuk penyajian analisis usaha
yang bisa dipakai untuk menguji keuntungan analisis usaha antara lain analisis
pendapatan usaha dan analisis imbangan penerimaan dan biaya (Soeharto, 1999).
3.7.1.
Analisa Laba Rugi
Laporan Laba dan Rugi dapat dilihat besarnya keuntungan
dan kerugian yang dialami oleh perusahaan pada kurun waktu pertahun, perkuatal
atau waktu lainnya (Soeharto,1999) Rumus analisa laba rugi adalah :
Analisa
Rugi/Laba = Total Penjualan - Total Biaya
3.7.2. Analisa Rasio Hasil dan Harga (Benefit Cost Ratio)
Analisa ini diambil untuk mengetahui perbandingan hasil
yang diperoleh terhadap suatu jumlah biaya yang dikeluarkan. Suatu usaha
dikatakan menguntungkan jika Benefit Cost
Ratio lebih dari satu. Semakin besar nilai Benefit Cost Ratio, berarti usaha tersebut menguntungkan (Umar,
2003). Rumus yang digunakan adalah:
Total Penjualan
B/C Ratio =
Total Biaya
3.7.3. Analisa Break Event Point (BEP)
Menurut Soeharto (1999), titik impas menunjukkan bahwa
tingkat produksi telah menghasilkan pendapatan yang sama besarnya (biaya
produksi) yang dikeluarkan. Rumus yang digunakan sebagai berikut ;
Biaya Tetap
a.
BEP unit =
Biaya Harga Jual – Biaya Variabel
Biaya Tetap
b. BEP Rp =
1 - [Biaya Variabel / Total Penerimaan]
3.7.4. Revenue Cost
(R/C)
Menurut Soekartawi (1986), pendapatan usaha yang diperhitungkan untuk mengetahui untung atau tidak suatu
usaha tersebut dapat diketahui dengan perhitungan R/C sebagai berikut :
Revenue
R/C Ratio =
Cost
Keterangan
:
R/C >
1 = Menguntungkan
R/C <
1 = Tidak Menguntungkan
R/C = 1
= Break Even (Impas)
DKP.2009.Teknik
Budidaya Air Payau,http://www.dkp.go.id
Murtidjo. 2003. Budidaya
Udang Windu. Aneka Ilmu.Semarang.
Narbuko dan A. Achmadi. 2001. Methode
Penelitian. Jakarta.
Bumi Aksara.
Saanin, H.
1968. Taksonomi Dan Kuntjin Identifikasin
Ikan. Binatjipta. Bandung.
Soeharto. I., 1999. Manajemen Proyek dari Konseptual
Sampai Operasional. Erlangga. Jakarta.
halaman 394-436.
Soekartawi, dkk. 1986. Ilmu Usaha Tani dan Penelitian Untuk
Pengembangan Petani Kecil. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.
Sutaman.
1993. Petunjuk Teknis Pembenihan Udang Windu Skala Rumah
Tangga. Kanisius. Yogyakarta.
Umar. H., 2003. Teknik
Menganalisis Kelayakan Rencana Bisnis Secara Komprehensif. Studi Kelayakan
Bisnis Edisi 2. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Wardiningsih.
1999. Materi Pokok Teknik Pembenihan Udang Windu. Universitas
Terbuka. Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar